Buku-bukulah yang menemukan sendiri pembacanya, bukan
sebaliknya. Sehingga perkara memilih buku, bagi saya barangkali sama halnya
dengan memilih nasib; sulit namun dapat diubah, rumit tapi juga indah.
Sampai saat ini, saya masih ingat awal perjumpaan dengan
Mersault pada mulanya adalah keisengan belaka. Saya dalam kondisi yang
sebenarnya tidak begitu tertarik untuk membeli buku. Selain karena faktor
ekonomi, alasan lainnya adalah buku-buku di toko buku tersebut biasanya tak
banyak yang berubah. Rak-rak populer diisi oleh penulis yang tidak saya sukai.
Maka untuk menemukan buku-buku bagus, saya harus lebih telaten. Dan benar saja,
saya menemukan Mersault dalam kondisi tergencet diantara novel teenlit!
Waktu itu saya masih kuliah disemester awal, saya tidak kenal
siapa itu Albert Camus, saya memilih Orang
Asing murni karena covernya yang terbilang asal-asalan (kalau tidak
dibilang jelek) tapi justru karena itu saya tertarik. Orang Asing adalah novel
paling tipis pertama yang saya miiliki. Mersault , tokoh utama dalam novel
tersebut juga adakah tokoh fiksi pertama yang membuat saya tergila-gila.
Bila ungkapan "kamu adalah apa yang kamu baca" itu benar, barangkali yang paling mempengaruhi saya adalah Mersault. Sehingga
bertahun-tahun kemudian, entah kenapa saya selalu menemukan tokoh-tokoh yang
sama sinisnya dengan dia.
Kemudian Kafka.
Keinginan untuk membeli buku dan kondisi keuangan yang menipis
biasanya selalu datang bersamaan. Maka pada hari-hari yang membosankan, saya sering
memutuskan pergi ke toko buku dengan niat tulus (hanya akan membaca di tempat,
buku tidak dibawa pulang).
Biasanya saya hanya betah berdiri selama satu-dua jam. Saya
suka melihat-liha cover buku, cover buku apapun termasuk teenlit. Namun saya
tidak begitu suka warna-warna yang terlihat ceria, atau buku-buku yang
kertasnya begitu rapi, bersih dan putih. Saya barangkali mencari pengalaman
imajinatif memiliki buku-buku tua yang mampu membawa saya pada jaman-jaman
sebelum saya ada.
Kemudian nasib mempertemukan saya dengan Kafka ketika perut
keroncongan dan saya memutuskan turun ke lantai bawah dari toko buku, tempat dimana biasanya saya bisa menemukan makanan.
Nasib baik memang biasanya datang disaat-saat yang
ganjil. Ketika melewati parkiran, saya melihat bazaar buku kecil-kecilan yang tak begitu ramai peminat.
Tidak perlu
waktu lama, saya langsung melihat sebuah cover buku; cantik, unik, dan dengan
nama penulis yang juga bagus, KAFKA. Ya, perkara cantik dan bagus tentu saja
relatif, bagi saya cover Metamorfosis ini cantik sekali, dan nama Kafka, selain
bagus, saya seperti pernah membacanya di suatu tempat entah dimana. Saya
seperti pernah mengenalnya tapi entah Kafka yang mana.
Dan tentu saja, niat tulus untuk menghemat keuangan lenyap
seketika. Cover buku unik, kertas tua, nama penulis yang unik, diskon 50%,
SIAPA YANG SANGGUP MENOLAKNYA?
Pulang dengan memboyong Kafka saya senang sekali, bahkan saya
lupa bahwa saya belum sempat makan siang. Dalam perjalanan pulang, dengan
terinspirasi oleh tokoh Celline difilm Before Sunrise, saya memutuskan untuk
memulai perkenalan dengan Kafka ini. Keinginan untuk pamer dan ingin terlihat
cantik seperti saat Celine membaca buku di kereta, kian bersatu padu.
Saya pulang dengan menumpang busway bukan kereta, tapi tetap
saja saya merasa harus membaca Kafka saat itu juga. Halaman pertama, saya
sungguh takut, “ya Tuhan jangan buku sinis lagi” tapi ya, saya tandaskan juga.
Proses membacanya jangan ditanya. Cerita pertama yang membuat saya sakit hati
adalah Sang Juru Api. Lalu berlembar-lembar berikutnya, Kafka menenggelamkan
saya habis-habisan tanpa sedikitpun ada harapan untuk berbahagia.
Cerita pendek yang sama sekali tidak pendek teranyarnya
yaitu Metamorfosis (yang sekaligus menjadi judul buku) ini memang luar biasa
brengsek. Kalimat pertamanya sama kurang ajarnya dengan kalimat pertama Albert
Camus dalam Orang Asing. Singkat dan jahat.
Ada puluhan cerita pendek Kafka yang dirangkum dalam buku
ini, Saya menyukai hampir semuanya. Dan yang paling berkesan barangkali kisah
tentang Odradek, entah kenapa.
Hal yang menyenangkan dari buku-buku sesungguhnya klise, bahwa kamu
benar-benar akan dibawa mengelilingi dimensi waktu, jauh dan asing namun terasa
begitu dekat. Inilah barangkali yang saya alami ketika membaca Odradek.
Komentar
Posting Komentar