Saya teringat adegan Yusuf (Nicholas Saputra)
dalam sebuah road movie Tiga Hari untuk Selamanya. Ketika ia menjelaskan pada
Ambar (Adinia Wirasti) mengenai usia-usia penting dan kritis yang akan dialami manusia.
Ada usia 27 dan 29 lalu 35.
“Pokoknya pas lo umur 27, lo akan ngambil
sebuah keputusan penting yang akan ngubah hidup lo; Jimmy Hendrix,Chairil
Anwar, Kurt Cobain, itu semua meninggal diusia 27. Soekarno juga diriin
Indische Partij di usia 27”; “Pas lo umur 29, posisi Bumi sama
Planet Saturnus itu balik lagi di posisi yang sama waktu lo lahir. Nah Planet
Saturunus itu, planet yang mempengaruhi alam bawah sadar lo. Itu semua, naluri
alamiah lo, keluar semua. Meledak!”
Saya
sekarang 24.
Saya
memutuskan untuk menulis ini sebelum saya berumur 27, karena mungkin ketika
saya berada di usia penting versi Yusuf, saya telah berubah menjadi liyan yang
lain.
Saya
baru memasuki fase seperti ini dalam hidup. Saya merasa perlu menulis sebuah
catatan dan peringatan untuk diri sendiri. Sebelum saya benar-benar berubah
menjadi seseorang yang brengs*k dan kehidupan mengubah saya menjadi pribadi
yang saya benci.
Saya
mulai mengelola keuangan sendiri. Saya benar-benar ingin mandiri, kerja dari
hasil keringat sendiri tanpa harus mengeluhkan soal materi pada orang-orang yang seringkali saya repotkan.
Saya merasa dikelilingi banyak sekali orang baik dan itu membuat saya sangat
sedih dan prihatin terhadap diri sendiri.
Konon,
saya tiba-tiba ingin menulis ini karena pada satu malam saya pernah sangat sibuk
menghitung ini itu, uang untuk ini, uang untuk kebutuhan itu. Saya kesampingan
ini maka dana yang tersisa hanya segini, lalu saya uring-uringan. Karena saya
harus menggenjot uang ini, eh lalu urung membeli ini, urung menonton konser
itu, bahkan dinobatkan akan kurang piknik selama berbulan-bulan.
Saya
berusaha memikirkan jalan keluar, misalnya dengan berniat sekuat mungkin,
seproduktif mungkin menulis cerita-cerita fiktif untuk sebuah koran dan
majalah. Dengan niat untuk menambah penghasilan, saya pikir motivasi seperti
itu memang buruk, karena pada akhirnya saya selalu berhenti pada paragraf
kedua, saya gagal menulis apapun.
....
Komentar
Posting Komentar