Langsung ke konten utama

Nebraska dan Cara Kejujuran Bekerja

Saya iseng menanyakan beberapa teman, kenapa atau alasan apa yang medorong mereka menonton film. Selain alasan hiburan, tentu ada alasan lain di balik film yang mereka pilih dan putuskan untuk menghabiskan beberapa menit beharganya hanya untuk layar bergerak.

Bermacam-macam tentunya; sudut pandang, peradaban, distraksi, hingga yang teranyar adalah motivasi. Saya sendiri melihat film sebagai seni akan subjektifitas pembuat filmya. Mengenai beberapa hal, saya senang penggambaran beberapa pembuat film dalam menakar konflik, menilai konflik, dan kemudian memberi pertanyaan besar bagi penontonnya. Pertanyaan, bukan pernyataan. Lalu dalam beberapa alasan yang personal, saya memilih film dengan tema-tema sederhana. Seperti gaya Alexander Payne dalam setiap film garapannya. Dan Nebraska adalah salah satunya.
Nebraska ditampilkan dengan pencahayaan yang sengaja menggambarkan seisi karakter dan makna yang (mungkin) ingin disampaikan. Melalui visual yang monokrom, Payne mengarahkan kita pada sebuah semiotika; remang, dingin, biasa, sederhana, tua, namun begitu dalam. Dengan pencahayaan yang hitam-putih tersebut, kita seolah dapat merasakan gigil jemari keriput kering seorang manula menghadapi namanya pada secarik kertas bertuliskan satu juta dollar. Lalu demi satu juta dolar ini pula, perjalanan seorang tua keras kepala dimulai.
Adalah Woody Grant (Bruce Dern) lelaki tua yang akan menjemput satu juta dolarnya dengan berjalan kaki ratusan miles dari rumahnya; di Billings, Montana, menuju Lincoln, Nebraska. Hanya saja, keinginan tidak pernah tua, betapapun David (Will Forte) anaknya, menyadarkan bahwa satu juta dollar hanyalah aksi scam pihak majalah untuk meningkatkan penjualan, sang ayah bersikukuh tetap ingin mengambil sendiri hadiahnya tersebut. Maka selanjutnya, kita dibawa pada sebuah perjalanan yang hitam-putih plus beraroma manula, sebuah perjalanan ayah dan anak, yang terdengar sederhana namun nyatanya tak pernah sederhana.

Di Nebraska, kita akan melihat betapa wujud dari rasa sayang yang begitu sublim, begitu ganjil, namun begitulah adanya, atau begitulah seharusnya. Pada tiap percakapan dan tindakan bahkan kemarahan seorang istri Kate Grant (June Squibb) yang jengkel dengan delusi suaminya, Nebraska justru memperlihatkan betapa kompleksnya rasa sayang itu sendiri. Kadang begitu pahit, manis, dan satir.
Nebraska adalah sebuah kejujuran, di dalamnya digambarkan bahwa kesederhanaan nyatanya justru mampu merangkup semua rasa dengan rapi, apik, dan pas. Kejujuran bahwa kebaikan tidak melulu seperti tokoh bidadari dengan sayap di punggung, tidak melulu yang bertutur lembut dan bertampang rupawan. Kejujuran bahwa manusia, memang harus melalui fase-fase frustasi, ego, kemarahan, sikap sabar, peduli, hingga saling memahami. Dan Nebraska mengalirkan semuanya dengan baik.
Pada akhirnya, Nebraska adalah kopi hitam, ditampilkan dengan begitu kelam, tapi meninggalkan kesan. Nebraska memperlihatkan bagaimana cara kejujuran bekerja. Ia tak menceramahi, tidak naif, tidak bertele-tele. Secara keseluruhan biasa saja, namun apa-apa yang disebut ‘biasa saja’ adalah langka.

Judul Film      : Nebraska
Scipt                : Bob Nelson
Cast                : Bruce Dern, Will Forte, June Squibb, Bob Odenkirk, Stacy Keach

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coretan yang Terselit di Buku Harian

"Suatu hari akan kau temui seseorang yang sudi bertengkar denganmu hanya karena lampu jalan. Menertawakan suara jangkrik dan memberi variasi lebih pada suara tangisan." (Jakarta, 2016) "Seseorang memakai namamu di radio, sekali, dua kali, berkali-kali. Identitas dan informasi yang amat persis dengan dirimu sendiri." (Jakarta, 2016) "Kemerdekaan hanya akan kau dapati selama 3 menit setelah keluar dari pintu rumahmu, esoknya, kau mungkin akan kembali namun sepenuhnya telah menjadi asing." (Jakarta, 24/10/2017) "Kesedihan hanya akan menimpamu selama dua minggu. Setelah itu, kau akan tahu. Dua orang saling mencintai tak selamanya harus disatukan oleh pernikahan." (Ibu) (Jakarta, 24/10/2017) "Ingatan bekerja dengan cara yang tak pernah diduga. Kau pernah menceritakan bagaimana sebuah alunan musik mengiring ingatanmu pada 10 halaman paling dramatis yang pernah kau tulis."(Jakarta, 27 November 2016)

Songs that Helped Me Survive 2020

1. A Lady of a Certain Age - The Divine Comedy. 2. Ode To the Mets - The Strokes

Kafka dan Kesedihan yang Keras Kepala

Buku-bukulah yang menemukan sendiri pembacanya, bukan sebaliknya. Sehingga perkara memilih buku, bagi saya barangkali sama halnya dengan memilih nasib; sulit namun dapat diubah, rumit tapi juga indah. Sampai saat ini, saya masih ingat awal perjumpaan dengan Mersault pada mulanya adalah keisengan belaka. Saya dalam kondisi yang sebenarnya tidak begitu tertarik untuk membeli buku. Selain karena faktor ekonomi, alasan lainnya adalah buku-buku di toko buku tersebut biasanya tak banyak yang berubah. Rak-rak populer diisi oleh penulis yang tidak saya sukai. Maka untuk menemukan buku-buku bagus, saya harus lebih telaten. Dan benar saja, saya menemukan Mersault dalam kondisi tergencet diantara novel teenlit! Waktu itu saya masih kuliah disemester awal, saya tidak kenal siapa itu Albert Camus, saya memilih Orang Asing murni karena covernya yang terbilang asal-asalan (kalau tidak dibilang jelek) tapi justru karena itu saya tertarik. Orang Asing adalah novel paling tipis pertama yang say